KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan limpahan rahmat, taufik dan
hidayah-Nyalah Kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut-pengikutnya
hingga akhir zaman. Amin….
Kami menyadari banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Namun, Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi Kami pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
…………, 26 Agustus 2017
Makalamu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAAN ............................................................................ 2
A. Pengertian sosialisasi..................................................................... 3
B. Proses sosialisasi dan penyesuaian diri ........................................ 3
C. Faktor yang mempengaruhi sosialisasi ....................................... 6
D. Keteladanan salah satu unsur penting proses
sosialisasi................ 7
BAB III :
PENUTUP ........................................................................................ 12
Kesimpulan .................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Adapun yang melatar
belakangi kami dalam pembuatan makalah ini adalah dilihat dari segi waktu yang
tersedia untuk mata kuliah sosiologi sangat sedikit dan terbatas.
Hal ini membuat banyak materi yang tidak dibahas, sehingga dosen yang
bersangkutan berpendapat agar membuat makalah sebagai tugas kelompok. Dengan
adanya tugas tersebut maka kami sebagai penulis mempunyai kesempatan untuk
mencoba dalam pengembangan penulisan makalah ini. Selain dari itu kami juga
berkesempatan mendalami sedikit tentang materi-materi yang berkaitan dengan
proses sosialisasi diri dan penyesuaian diri, faktor-faktor yang mempengaruhi
sosialisasi, dan keteladanaan slah satu unsur penting proses sosialisasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan
sosialisasi diri dan penyesuaian diri ?
2.
Bagaimana proses
sosialisasi penyesuaian diri sebagai fitrah manusia?
3.
Apa saja yang menjadi
faktor-faktor mempengaruhi sosialisasi ?
4.
Kenapa keteladanan menjadi
salah satu unsur penting proses sosialisasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN SOSIALISASI
Pengertian sosialisasi banyak
disampaikan oleh para ahli antara lain yaitu Nasution (1999:126) menyatakan
bahwa proses sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia
sosial. Menurut pandangan Kimball Young (Gunawan, 2000:33), sosialisasi ialah
hubungan interaktif yang dengannya seseorang mempelajari keperluan-keperluan
sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat.
Pendapat dua ahli tersebut sama-sama menyatakan bahwa sosialisasi merupakan
proses individu menjadi anggota masyarakat.
Pendapat
tentang pengertian sosialisasi juga disampaikan oleh Gunawan (2000:33) yang
menyatakan bahwa sosialisasi dalam arti sempit merupakan proses bayi atau anak
menempatkan dirinya dalam cara atau ragam budaya masyarakatnya (tuntutan-tuntutan
sosiokultural keluarga dan kelompok-kelompok lainnya). Sedangkan Soekanto
(1985:71) menyatakan bahwa sosialisasi mencakup proses yang berkaitan dengan
kegiatan individu-individu untuk mempelajari tertib sosial lingkungannya, dan
menyerasikan pola interaksi yang terwujud dalam konformitas, nonkonformitas,
penghindaran diri, dan konflik. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
dalam sosialisasi individu belajar menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Susanto
(1983:12) menyatakan bahwa sosialisasi ialah proses yang membantu individu
melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara
berfikir kelompoknya, agar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
Sosialisasi
merupakan suatu peristiwa yang pasti dilalui oleh setiap individu. Sosialisasi
yang dilalui seseorang akan memberikan pengaruh cukup besar terhadap
pembentukan kepribadiannya. Keluarga, teman sepermainan, sekolah, dan media
massa merupakan media sosialisasi yang memiliki peranan sangat besar terhadap
pembentukan kepribadian
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses
individu dalam mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural di
sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial.
B. PROSES SOSIALISASI
Sueann Robinson Ambron (Yusuf, 2004:123)
menyatakan bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke
arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab dan efektif. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi
proses perlakuan dan bimbingan orangtua terhadap anak dalam mengenalkan
berbagai aspek kehidupan sosial atau norma-norma kehidupan bermasyarakat.
Proses membimbing yang dilakukan oleh orangtua tersebut disebut proses
sosialisasi.
v Penyesuaian Diri dengan Lingkungan
Penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya, atau
sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya. Penyesuaian diri
individu terbagi dua yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan fisik yang
sering disebut dengan istilah adaptasi, dan penyesuaian diri dengan lingkungan
sosial yang disebut adjustment (Khairuddin, 2002:67). Adaptasi merupakan
usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang lebih
bersifat fisik. Sedangkan adjusment merupakan penyesuaian tingkah laku
terhadap lingkungan sosialnya, di mana dalam lingkungan tersebut terdapat
aturan-aturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku dalam lingkungan
sosial tersebut.
Khairuddin
(2002:68) menyebutkan bahwa untuk menilai berhasil atau tidaknya proses
penyesuaian diri, ada empat kriteria yang harus digunakan yaitu:
a. Kepuasan psikis
Penyesuaian
diri yang berhasil akan menimbulkan kepuasan psikis, sedangkan yang gagal akan
menimbulkan rasa tidak puas.
b. Efisiensi kerja
Penyesuaian
diri yang berhasil akan nampak dalam kerja/kegiatan yang efisien, sedangkan
yang gagal akan nampak dalam kerja/kegiatan yang tidak efisien. Misal, murid
yang gagal dalam pelajaran di sekolah.
c. Gejala-gejala
fisik
Penyesuaian
diri yang gagal akan nampak dalam gejala-gejala fisik seperti: pusing kepala,
sakit perut, dan gangguan pencernaan.
d. Penerimaan
sosial
Penyesuaian
diri yang berhasil akan menimbulkan reaksi setuju dari masyarakat, sedangkan
yang gagal akan mendapatkan reaksi tidak setuju masyarakat.
Proses
penyesuaian diri individu khususnya remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal (Hariyadi, 2003:143). Faktor internal yaitu meliputi:
a. Motif-motif
sosial, motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme
yang mendorong untuk berbuat (Rustiana, 2003:134).
b. Konsep diri,
yaitu cara seseorang memandang dirinya sendiri, baik mencakup aspek fisik,
psikologis, sosial maupun kepribadian.
c. Persepsi, yaitu
pengamatan dan penilaian seseorang terhadap obyek, peristiwa dan realitas
kehidupan, baik itu melalui proses kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep
tentang obyek tersebut.
d. Sikap remaja,
yaitu kecenderungan seseorang untuk beraksi kearah hal-hal yang positif atau
negatif.
e. Intelegensi dan
minat.
f. Kepribadian.
Sedangkan
faktor eksternal yang mempengaruhi proses penyesuaian diri remaja yaitu:
a. Keluarga dan
pola asuh, meliputi pola demokratis, permisive (kebebasan), dan otoriter.
b. Kondisi
sekolah, yaitu antara kondisi yang sehat dan tidak sehat.
c. Kelompok
sebaya, yaitu merupakan teman sepermainan.
d. Prasangka
sosial, yaitu adanya kecenderungan sebagian masyarakat yang menaruh prasangka
terhadap kehidupan remaja.
e. Faktor hukum
dan norma sosial, yang dimaksudkan di sini adalah pelaksanaan tegaknya hukum
dan norma-norma dalam masyarakat.
Faktor internal dan eksternal tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain. Penyesuaian diri dilakukan melalui proses belajar
sehingga terjadi kebiasaan.[1]
C.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES
SOSIALISASI
Individu akan
berkembang menjadi makhluk sosial melalui proses sosialisasi. Dalam proses ini
ada beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut F.G. Robbins (Ahmadi, 2004:158),
ada lima faktor yaitu:
1. Sifat dasar,
yaitu merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari
ayah dan ibunya.
2. Lingkungan
prenatal, yaitu lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam periode ini individu
mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu, misal beberapa jenis
penyakit (diabetes, kanker, siphilis) berpengaruh secara tidak langsung
terhadap pertumbuhan mental, penglihatan, pendengaran anak dalam kandungan.
3. Perbedaan
individual, meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk badan, warna
kulit, warna mata, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis (berfungsinya sistem
endokrin), ciri-ciri mental dan emosional, ciri personal dan sosial.
4. Lingkungan,
meliputi lingkungan alam (keadaan tanah, iklim, flora dan fauna), kebudayaan,
manusia lain dan masyarakat di sekitar individu.
5. Motivasi, yaitu
kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk
berbuat.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses sosialisasi tersebut berasal dari luar dan dalam diri
individu. Faktor yang berasal dari dalam diri individu yaitu sifat dasar,
perbedaan individual, dan motivasi.Sedangkan faktor yang berasal dari luar
individu yaitu lingkungan prenatal, dan lingkungan sekitar.[2]
D. KETELADANAN SALAH SATU UNSUR PENTING PROSES SOSIALISASI
Keteladanan
adalah sesuatu yang sangat prinsipil dalam pendidikan. Tanpa keteladanan proses
pendidikan ibarat jasad tanpa ruh. Menurut ahli-ahli psikologi, naluri
mencontoh merupakan satu naluri yang kuat dan berakar dalam diri manusia.
Naluri ini akan semakin menguat lewat melihat.
Hal ini sejalan
dengan pendapat para ahli psikologi yang mengatakan bahwa 75 % proses belajar
didapatkan melalui penglihatan dan pengamatan, sedangkan yang melalui
pendengaran hanya 13%. Dengan demikian, pendidikan itu by doing, bukan by
lips: pendidikan adalah dengan contoh bukan dengan verbal. Pendidikan yang
sesungguhnya adalah keteladanan.
Jika pendidikan
adalah melalui contoh, maka faktor figur menjadi sangat penting, baik di rumah,
sekolah maupun masyarakat. Siapakah figur sentral di rumah? Siapakah figur
sentral di sekolah? Dan siapakah figur sentral di masyarakat? Karena dalam
tahapan pertumbuhan dan proses belajar, ciri khas seorang yang menjadi teladan
bagi anak-anak dan remaja sangatlah penting.
Semakin sempurna
seorang dewasa yang menjadi teladan bagi anak-anak, maka tingkat penerimaan dan
keberlansungannya juga semakin banyak. Lihat saja tingkah pola dan perilaku
anak-anak kita, mereka sangat menyukai perilaku orang yang diteladaninya dan
dengan senang hati berusaha membentuk dirinya seperti orang yang diteladaninya
itu.
Maka dari itu,
orang tua, guru dan lingkungan masyarakat harus mampu menjadi teladan bagi
anak-anak didik, mulai dari pikiran, ucapan, tingkah laku, bahkan hingga ke
pakaiannya: semuanya itu akan menjadi media untuk ditiru oleh anak.
Setiap hari
anak-anak yang berangkat dari rumah menuju sekolah, di jalan ia akan melihat
dan menemui berbagai macam nilai yang berkembang di masyarakat. Jika nilai yang
ditemuinya di jalan tidak sesuai dengan nilai yang diajarkan di rumah maupun sekolah,
maka bisa dibayangkan anak akan mengalami kebingunan intelektual yang terus
menerus. Celakanya, apabila anak akhirnya lebih tertarik dan memilih nilai
jalanan ketimbang nilai-nilai yang ditanamkan di sekolah maupun di rumah. Di
sinilah peran orang tua dan sekolah menjadi sangat penting. Maka dari itu,
orang tua dan guru zaman sekarang disamping memiliki karakter yang kuat, harus
pula berwawasan luas dan mengikuti perkembangan zaman agar mampu menandingi dan
memenangkan pertarungan nilai di hadapan anak-anaknya.
Dengan demikian,
pendidikan sesungguhnya adalah membentuk miniatur secara menyeluruh; orang tua,
sekolah dan masyarakat. Tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri, apalagi satu
sama lain berlawanan arah. Di pesantren miniatur pendidikan dirancang, diawasi
dan dipelihara sepanjang hari. Di pesantren, orang tua, sekolah dan masyarakat
menjadi miniatur yang menyatu. Kiai, pengasuh dan guru-guru berfungsi sebagai
orang tua, sedangkan kehidupan berasrama selama 24 sehari di pesantren
merupakan miniatur masyarakat. Maka, pesantren adalah tempat pendidikan hidup
dan kehidupan bagi santri-santrinya.
Oleh karenanya,
di pesantren hubungan santri dan masyarakat harus dibatasi untuk meminimalisir
pengaruh-pengaruh buruk dari luar. Santri hidup dalam lingkungan disiplin
yang tinggi dan terus menerus dilibatkan dalam proses olah pikir dan zikir
untuk membentuk keseimbangan pendidikan sains dan akhlakul karimah yang
ditanamkan oleh pesantren.
Sekali lagi,
pendidikan adalah keteladanan. Guru yang tidak siap menjadi teladan, lebih baik
‘pensiun dini’. Kiai atau dai yang tidak siap menjadi teladan, lebih baik
‘tinggalkan mimbar’. Guru dan kiai harus siap dilihat dan dicermati segalanya:
termasuk rumah tangganya, anak-anaknya, makanannya, pekerjaannya, pola hidupnya,
hingga cara pandangnya. Sebab, guru, kiai atau dai yang perilakunya tidak
sesuai tuntunan nilai akhlakul karimah justru akan merusak dari dalam proses
pendidikan itu sendiri. Karena itu ada istilah dalam idiom Jawa, “Guru iku
digugu lan ditiru”: guru itu ditaati dan ditiru.
Sebab itu, Allah SWT menset-up
kepribadian Rasulullah untuk dijadikan panutan dan ukuran akhlak bagi semesta
alam. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. Al-Ahzab [33]: 21)[3]
Mestinya, guru, orang tua, kiai, dai dan
pekerjaan sejenisnya, dalam skala yang lebih kecil harus mampu menjadi teladan
yang sempurna untuk anak-anaknya, sebagaimana Rasul untuk seluruh manusia,
sebagaimana Rasul bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia.”
Dalam Islam Pendidikan
bertujuan untuk membina dan membentuk perilaku atau akhlak peserta didik dengan
cara meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, serta pengamalan peserta
didik terhadap ajaran Islam. Sehingga setelah menyelesaikan pendidikan peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan bernegara.
Dalam mewujudkan tujuan
tersebut, terdapat berbagai faktor pendukung yang terlibat, atau terkait baik
secara langsung, maupun secara tidak langsung dalam proses pendidikan. Diantara
faktor-faktor tersebut yaitu guru, anak didik, metode, sarana dan prasarana,
kurikulum, media pendidikan, bahan pelajaran dan lain sebagainya, yang
masing-masing faktor tersebut mempunyai peranannya tersendiri. Metode adalah
jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan
pendidikan islam berarti proses kependidikan yang didasarkan pada nilai.[4] Dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan metode
keteladanan adalah salah satu metode yang bisa diterapkan dalam proses belajar
mengajar.
Keteladanan adalah hal-hal
yang dapat ditiru atau di contoh oleh seseorang dari orang lain, namun
keteladanan yang dimaksud disini adalah keteladanan yang dapat dijadikan
sebagai alat pendidikan islam, yaitu keteladanan yang baik, sesuai dengan
pengertian uswah dalam ayat-alqur'an.
Secara terminologi kata
“keteladanan” berasal dari kata “teladan” yang artinya “perbuatan atau barang
dan sebagainya yang patut ditiru atau dicontoh”. Sementara itu dalam bahasa
arab kata keteladanaan berasal dari kata “uswah” dan “qudwah”.
Sementara itu secara etimologi pengertian
keteladanan yang diberikan oleh Al-Ashfahani, sebagaimana dikutip Armai Arief,
bahwa menurut beliau “al-uswah” dan “al-Iswah” sebagaimana kata “al-qudwah”
dan “al-Qidwah” berarti “suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti
manusia lain, apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”.
Senada dengan yang disebutkan di atas, Armai Arief juga mengutip pendapat dari
seorang tokoh pendidikan islam lainnya yang bernama Abi Al-Husain Ahmad Ibnu
Al-Faris Ibn Zakaria yang termaktub dalam karyanya yang berjudul Mu’jam
Maqayis al-Lughah, beliau berpendapat bahwa “uswah” berarti “qudwah”
yang artinya ikutan, mengikuti yang diikuti.[5]
Dalam
hal ini dapat dijelaskan bahwa penerapan metode keteladanan dalam proses
belajar mengajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung (direct)
maksudnya bahwa pendidik benar-benar mengaktualisasikan dirinya sebagai contoh
teladan yang baik bagi anak didik. Selain secara langsung,metode keteladanan
juga dapat diterapkan secara tidak langsung (indirect) yang
maksudnya, pendidik memberikan teladan kepada peserta didiknya dengan cara
menceritakan kisah-kisah teladan baik itu yang berupa riwayat para nabi,
kisah-kisah orang besar, pahlawan dan syuhada, yang bertujuan agar peserta
didik menjadikan tokoh-tokoh tersebut sebagai suri
teladan dalam kehidupan mereka.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sosialisasi
merupakan suatu peristiwa yang pasti dilalui oleh setiap individu. Sosialisasi
yang dilalui seseorang akan memberikan pengaruh cukup besar terhadap
pembentukan kepribadiannya. Keluarga, teman sepermainan, sekolah, dan media
massa merupakan media sosialisasi yang memiliki peranan sangat besar terhadap
pembentukan kepribadian
Sosialisasi
adalah proses individu dalam mempelajari keperluan-keperluan sosial dan
kultural di sekitarnya yang mengarah ke dunia sosial. Proses social adalah
proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial
sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Penyesuaian
diri merupakan kemampuan untuk mengubah diri sesuai dengan lingkungannya, atau
sebaliknya mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi sosialisasi diantaranya : sifat dasar, lingkungan prenatal,
perbedaan individual, lingkungan, dan motivasi.
Keteladanan adalah sesuatu yang sangat
prinsipil dalam pendidikan. Tanpa keteladanan proses pendidikan ibarat jasad
tanpa ruh. Menurut ahli-ahli psikologi, naluri mencontoh merupakan satu naluri
yang kuat dan berakar dalam diri manusia. Naluri ini akan semakin menguat lewat
melihat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin M, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara,
1994
Departemen Agama RI , AL-Qur’an Terjemahannya ,
Surabaya : Mahkota ,1971)
Jalaludin, Teologi
Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Perseda ,2003
Mangun, Budiyanto, Ilmu
Pendidikan islam, Yogyakarta : Ombak , 2013
Offset Andi , Sosiologi
pendidikan, Yogyakarta : ST Vembrianto 1994
Ramayuli s, metodologi
pengajaran Agama ,Jakarta :kalam Mulia,1990
[1] Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta
: Kalam Mulia, 1990
[2] Andi offset, Sosiologi Pendidik, Yoqyakarta
: ST Vembriarto, 1994
[3] Departeman Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Surabaya : Mahkota, 1971)
[4]
Budiyanto, Mangun. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta : Ombak. 2013
[5]
Jalaludin, Teologi Pendidikan Islam, Jakarta :
Raja Grafindo Perseda ,2003
[6]
M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar