KATA
PENGANTAR
Segal puji hanya untuk Allah SWT
SWT yang menurunkan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul ‘‘Pendidikan dan Masyarakat Islam’’.
Pada kesempatan ini tidak lupa pula
shalawat serta salam keharibaan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Beserta
keluarga, sahabat, kerabat dan pengikut beliau sampai akhir zaman.
Terima kasih pula kepada dosen
pembimbing yang telah memberikan tugas kepada kami untuk memenuhi mata kuliah Sosiologi Pendidikan Islam kami telah
berupaya dengan daya dan kemampuan yang kami miliki guna menyelesaikan makalah
ini. Namun kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya dan masih perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan guna penyempurnaan makalah ini
lebih lanjut.
Akhirnya kami berharap semoga
makalah ini membawa manfaat bagi para pembaca dan semoga usaha kami ini
dirhidoi oleh Tuhan yang Maha Esa.
Makalamu, 2017
Penulis,
Makalamu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A.
Latar
Belakang............................................................................ 1
B.
Rumusan
Makalah....................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................... 2
A.
KEWAJIBAN
PENDIDIKAN DALAM ISLAM.................... 2
B.
KEBEBASAN
DAN DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN
ISLAM........................................................................................ 3
C.
KONSEP
FITRAH DALAM PENDIDIKAN ISLAM............ 5
D.
WANITA:
KESETARAAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM 7
E.
PEMBENTUKAN
MASYARAKAT ISLAM PERTAMA...... 11
BAB III PENUTUP............................................................................... 14
A.
Simpulan...................................................................................... 14
B.
Saran ......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hampir semua
orang dikenai pendidikan dan melaksanakan pendidikan. Sebab pendidikan tidak
pernah terpisah dengan kehidupan manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari
orang tuanya dan manakala anak itu sudah dewasa dan berkeluarga mereka juga
akan mendidik anak-anaknya. Begitu pula disekolah siswa didik akan dididik oleh
gurunya. Pendidikan adalah khas milik
dan alat manusia.
Islam memberikan kesempatan yang sama bagi semua peserta
didik untuk mendpatkan pendidikan atau belajar. Abuddin Nata menyatakan bahwa
peserta didik yang masuk di lembaga pendidikan tidak ada
perbedaan derajat atau martabat, karena penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
dalam suatu ruangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dari pendidik.
Pendidik harus mengajar anak orang yang tidak mampu dengan yang mamppu secara
bersama atas dasar penyediaan kesempatan belajar yang sama bagi semua peserta
didik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Kewajiban
pendidikan dalam islam
2.
Kebebasan dan
demokrasi dalam pendidikan islam
3.
Konsep fitrah
dalam pendidikan islam
4.
Kesetaraan wanita
dalam pendidikan islam
5.
Pembentukan
masyarakat islam pertama
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEWAJIBAN PENDIDIKAN
DALAM ISLAM
Bagi umat Islam pendidikan itu sangat penting
dan bahkan identik (sama) dengan suatu kewajiban yang harus dikerjakan karena
wahyu pertama yang turun kepada Nabi SAW adalah berkenaan dengan belajar,
sesuai firman Allah SWT : “Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan.” (Al ‘Alaq : 1)
Perintah “bacalah” pada firman Allah di atas
dapat berarti luas, dapat berarti segala yang berkaitan dengan belajar,
menuntut ilmu atau berkaitan dengan pendidikan.
Dalam Islam wajib belajar tidak hanya dibatasi
selama 9 tahun, bahkan seumur hidup, seperti sabda Nabi, sejak dari buaian
sampai ke liang kubur. Dalam satu hadits dikatakan pula Nabi SAW bersabda : “Menuntut
ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslimin dan muslimat.” (HR. Ibnu
Majah)
Rasulullah SAW bersabda : "Tuntutlah
ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah SWT, dan
mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shodaqoh.
Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan orangnya dalam kedudukan terhormat
dan mulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya di dunia dan
di akhirat". (HR. Ibnu Majah)
Dari penjelasan hadis di atas bahwasanya, kita
diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam menunjukkan ibadah dan amal
sholeh (dalam rangka menjadi orang bertaqwa) baik wajib maupun sunnah yang
memerlukan tata cara dan syarat atau ilmu untuk melaksanakannya. Dan apabila
ingin beribadah dengan sempurna dan mudah, maka tentunya harus dengan belajar. Jadi
dengan ilmu pekerjaan menjadi mudah dan pekerjaan (amal ibadah) yang dikerjakan
dengan ilmu akan diterima karena amal pekerjaan itu sesuai dengan cara yang
telah ditentukan agama.[1]
Begitu penting ilmu bagi setiap orang untuk
keperluan dunia dan akhiratnya sehingga kepada sebagian orang beriman itu
diperintahkan untuk belajar dan kemudian mengajarkannya, menunjuk firman Allah
yang artinya : "Tidaklah sepantasnya orang-orang mukmin itu berangkat
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap golongan di antara
mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama, dan
supaya mereka memberikan peringatan kepada kaumnya apabila telah kembali kepada
mereka. Mudah-mudahan mereka dapat menjaga diri". (At Taubah : 122)
B.
KEBEBASAN DAN
DEMOKRASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Demokrasi pendidikan Islam merupakan suatu
pandangan yang mengutamakan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama oleh
tenaga kependidikan terhadap peserta didik dalam proses pendidikan Islam tanpa
membedakan asal, jenis agama maupun yang lainnya.
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan Islam,
tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejarah atau demokrasi dalam ajaran
islam dan demokrasi secara umum. Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip
telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw, yang dikenal dengan ”musyawarah”. Kata
demokrasi memang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena kata
demokrasi berasal dari barat atau Eropa yang masuk ke peradaban Islam. Dan
sekarang ini, demokrasi ini sudah banyak diterapkan di berbagai lembaga
pendidikan.
Akan tetapi, masih banyak juga yang belum
menerapkannya dan belum begitu mengerti tentang bagaimana pengertian demokrasi,
apa saja prinsip-prinsip demokrasi dan bagaimana penerapan demokrasi yang
benar.
Demokratisasi artinya proses menuju demokrasi.
Demokratisasi pendidikan mengandung arti, proses menuju demokrasi di bidang
pendidikan. Di samping unsur kebebasan dalam berinteraksi, demokratisasi
pendidikan juga mensyaratkan komunikasi yang dialogis dengan dua aspek yang inhern,
yaitu :
1. Komunikasi berlangsung ke segala arah,
dan bukan hanya bersifat satu arah yaitu dari pendidik ke peserta didik (top-down).
2. Arus komunikasi berlangsung secara
seimbang, yakni antara pendidik dan peserta didik dan juga antar peserta didik.
Sehingga pada akhirnya, model komunikasi akan
berlangsung secara tiga arah (pendidik-peserta didik-antar peserta didik), maka
sumber belajar bukan hanya terletak pada pendidik melainkan juga peserta didik
dan pengajaran tidak melulu bersifat top-down, namun perlu diimbangi
dengan bottom-up.
Pendidikan Islam sebagai sub sistem pendidikan
nasional diharapkan dapat ikut serta melakukan demokratisasi pendidikan. Sebab,
dengan demokratisasi pendidikan proses pendidikan Islam dapat menyiapkan
peserta didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara
bertanggung jawab dan turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik
dan menghargai pendapat dan pandangan orang lain, menumbuhkan keberanian moral
yang tinggi terbiasa bergaul dengan rakyat, sama-sama merasakan suka dan duka
dengan masyarakat.
Pendidikan Islam seperti madrasah, pesantren
dan lembaga-lembaga Islam lainnya dalam proses pembelajaran dapat melaksanakan
demokratisasi pendidikan, sehingga mampu membawa peserta didik untuk dapat
menghargai kemampuan dan kemajemukan teman dan guru atau menghargai
perbedaan-perbedaan yang ada. Demokratisasi pendidikan dalam proses
pembelajaran juga dapat ditempuh dengan mengajarkan hal-hal yang berhubungan
dengan dunia sekarang yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik tanpa harus
melupakan hari kemarin. Dengan demikian, proses demokratisasi pendidikan dan
pendidikan Islam harus mampu mengakses, merespon dan mengakomodasi
kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan masyarakat, orang tua, peserta didik dan
pasar sebagai pelanggan dan pengguna produk pendidikan. Sehingga, melalui
demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidikan dan
peserta didik di dalam proses belajar mengajar.[2]
C.
KONSEP FITRAH
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Kata fitrah, berasal dari akar kata fa tha
ra, fathrun, yang memiliki arti pemisahan, pemecahan, pembelahan dan
pematahan. Kata bentukan fatharahu, berarti juga menciptakan dan mengadakan.
Sedangkan kata bentukan futhira memiliki arti yang sama dengan thubi’a yakni
melekatkan, menempelkan dan mencap. Dalam al-Quran disebut, thubi’a Allah ‘ala
qulubihim (Allah telah menutup rapat hati mereka) memiliki makna yang sama
dengan khatama (mengunci). Dari kata thubi’a inilah kemudian muncul kata thab’un
yang merujuk kepada nature, asal muasal, atau kualitas-kualitas bawaan manusia,
dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai tabiat. Dari sinilah, kemudian kata
fitrah sinonim dengan sifat-sifat bawaan manusia, sesuatu yang tidak berubah
dan telah ada sejak awal, naluri. Hal ini kemudian ditegaskan oleh Nabi, bahwa
setiap bayi dilahirkan sesuai fithrah, dan ayahnyalah yang akan menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi. Seperti halnya seorang anak seperti sebuah adonan
yang bisa di bentuk atau dididik sesuai keinginan yang mendidik. Dan pada
dasarnya, seseorang itu layak dibentuk dengan bentuk yang baik dan juga layak
dibentuk dengan bentuk yang buruk. Dalam pembentukan inilah lingkungan atau
orang tualah yang memegang peranan penting, jadi kehati-hatian dalam mendidik
seorang anak tidak boleh dipandang sebelah mata.
Untuk kemudian, kata fitrah ini sinonim dengan
Islam, melegitimasinya sebagai agama yang cocok dengan naluri bawaan manusia,
akal. Sebenarnya, pengambilan makna fitrah lewat model tadi adalah bentuk yang
lazim di temui dalam kehidupan sehari-hari.
Maka dengan demikian perkembangan seseorang
tidak dapat di lepaskan dari “fitrah”nya sebagai manusia. Sebagaimana yang
disebutkan di Al -Quran yaitu pada Q.S. Al-Rum (30):30
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى
فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله ذلك الدين القيم و لكن أكثر الناس لا يعلمون (الروم
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan
selurus-lurusnya (sesuai dengan kecendeungan aslinya), itulah fitrah Allah,
yang mana Allah menciptakan manusia mengetahuinya.” (Q.S. al Rum
[30]:30)
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa
sesungguhnya manusia memiliki potensi dasar untuk beragama (berkembang) dengan
baik dan benar. Sesuai dengan anugrah yang telah diberikan Allah kepada manusia
seluruhnya, untuk kemudian berproses didalam lingkunganya. Tetapi dalam proses
inilah seseorang memasuki masa yang penting, karena pengaruh yang ada pada
frase ini dapat merubah yang baik menjadi buruk dan sebaliknya.
Teori fitrah sejalan dengan salah satu teori
perkembangan modern yaitu aliran konvergensi yang berpendapat bahwa selain
keturunan, lingkungan mempunyai andil dalam proses perkembangan individu.
Walaupun sejalan, antara konsep fitrah dan
aliran konvergensi terdapat faktor yang membedakan antara keduanya, yaitu faktor
tauhid.
D.
WANITA:
KESETARAAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan dan ilmu merupakan kewajiban bagi Muslim pria maupun
Muslim wanita. Kewajiban menuntut ilmu bagi wanita adalah sama dengan lelaki,
tetapi cara dan sistemnya jelas berbeda. Diriwayatkan oleh Abu Musa Al-Ashari: “Rasullah
berkata, Barangsiapa yang mempunyai budak wanita, kemudian ia mengajari
budaknya ahlak yang baik dan mengembangkan pengetahuannya dan kemudian
memerdekakannya lalu mengawininya, dia akan mendapat pahala yang berlipat ganda;dan
bagi budak yang mencari kebenaran Allah akan mendapat pahala berlipat ganda
pula.”[3]
Hadis nabi Muhammad saw diatas, uhruj
(dikeluarkan) disaat beliau secara bertahap menghapuskan perbudakan
dilingkungan kaum Muslim saat itu. Sungguh aneh jika memang kaum wanita
dilarang untuk meraih pendidikan. Adalah sudah jelas bahwa hak untuk mendapat
pendidikan didalam Islam tidak melihat gender dan tidak ada diskriminasi gender
antara pria dan wanita.
Diriwayatkan oleh Abu Darda’: Dia berkata:”Jika
seorang berjalan untuk menuntut ilmu, Allah menyediakan untuknya jalan utama
menuju surga. Dan Para Malaikat merendahkan sayap-sayapnya dalam keceriaan
kepada orang tersebut yang menuntut ilmu, dan seluruh penduduk langit dan bumi
bahkan sampai ikan yang didalam air mendoakan dia dan memohon ampunan baginya.
Keutamaan bagi seorang yang menuntut ilmu karena taat bercahaya seperti bulan,
dimalam hari ketika penuh, diantara bertaburan bintang. Para penuntut ilmu
adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak meninggalkan sedinar pun pula
sedirham, mereka hanya meninggalkan ilmu dan pengetahuan, dan barang siapa yang
mengambilnya maka dia telah mengambil ilmu yang berlimpah”.[4]
Jadi pendidikan untuk pria dan wanita didalam
ajaran Islam merupakan hal penting dan keharusan. Karena sebagai tolak ukur
dari tingkat pemahaman akan Allah SWT maupun tanda-tanda yang Dia tunjukkan
kepada kita dalam bentuk sains dan secara logis.
Kita juga dengan jelas melihat pengetahuan
duniawi yang tidak benar menyebabkan orang tersebut tidak masuk surga. Maka itu
ada baiknya segala ilmu yang kita tuntut, lebih baik untuk kebenaran dan untuk
kemanusiaan. Akan tetapi wanita
mempunyai etika dalam menuntut ilmu yaitu, Taqwa adalah Modal Utama,
Allah berfirman, "Bertaqwalah kamu
kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu."[5]
Dengan menjaga diri dalam garis-garis keta'atan kepada Allah dan Rasul-Nya,
maka secara otomatis akan menambah ilmu dan pengetahuan dalam masalah agama.
Ilmu yang diiringi ketaqwaan akan menambah kedekatan dengan Allah Ta'ala.
Utamakan Belajar dari Mahramnya, di sinilah manfa'at dan
kepentingan dari menghidupkan majelis ta'lim di dalam rumah. Dengan ta'lim
berarti telah menjadikan rumah sebagai basis madrasah bagi keluarga. Salah satu
manfa'at daripada ta'lim bagi kaum lelaki di masjid adalah bilamana mereka
(para suami) pulang ke rumah masing-masing dapat mengajari istri-istri mereka
tentang apa-apa yang telah mereka dapatkan dari ta'lim di masjid-masjid mereka.
Dengan demikian, dorongan istri kepada suami untuk meluangkan waktu mempelajari
dien adalah sangat penting.
Mencari ilmu
berbeda-beda bentuknya sesuai perbedaan zaman. Untuk saat ini, kita hidup dalam
dunia ilmu pengetahuan, kemajuan intlektual, ilmu komputer dan internet. Wanita
dituntut mengetahui semua ini, sehingga ia tahu mana yang bermanfaat dan mana
yang berbahaya, selanjutnya ia bisa menyelamatkan anak-anaknya ke tempat yang
aman dan tidak menjerumuskan mereka ke cengkeraman fitnah yang beraneka ragam.
Salah satu tokoh inspiratif dalam perjuangan tentang kesetaraan gender
dalam pendidikan adalah Ibu Kartini. "Habis gelap terbitlah terang"
... merupakan judul kumpulan surat Ibu Kartini pada masa itu mengenai
perjuangannya tentang kesetaraan gender dalam pendidikan tersebut, sehingga
memunculkan inspirasi inspirasi dalam kehidupan saat ini. Perjuangan beliau
adalah, memperjuangkan bahwa wanita juga berhak mendapatkan pendidikan dan
tidak di diskriminasi dalam dunia pendidikan. Wanita wanita jaman penjajahan
belanda terutama saat era Ibu Kartini hidup, tidaklah mudah untuk mendapat
pendidikan yang setara dengan laki laki, dan ini oleh ibu Kartini diperjuangan
agar memperoleh ilmu yang sama, tidak lebih dari itu dan tidak jauh dari itu.
Itulah yang dimaksud dengan kesetaraan gender oleh Ibu Kartini pada masa itu.
Kalau kita cermati pemikiran Kartini, ternyata bidang pendidikan merupakan
sesuatu yang sangat panting dalam kehidupan manusia, karena bidang ini
merupakan kunci untuk meningkatkan kecerdasan dan kemajuan. Terutama kaum
wanita, harus membebaskan dirinya dari keterbelangan atau kebodohannya melalui
pendidikan. Dengan pendidikan, kaum wanita akan mengetahui hak dan
kewajibannya, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, serta bisa
diajak untuk mengambil keputusan. Dengan modal pendidikan maka ketergantungan
perempuan kepada laki-laki menjadi kecil. Oleh karena itu, kaum wanita dituntut
untuk mempunyai pendidikan yang cukup. Adapun tujuannya adalah mengubah
kedudukan perempuan atau kaum wanita untuk memperroleh kesetaraan gender.
Artinya bahwa kedudukan dan martabat wanita tidak boleh direndahkan oleh kaum
pria, hanya karena persoalan perbedaan jenis kelamin. Dengan keseteraan gender
ini, kaum wanita tidak boleh lagi diperlakukan sewenang-wenang, dilecehkan,
dipinggirkan, atau menjadi obyek yang terus diinjak-injak hak-haknya oleh kaum
pria.
E.
PEMBENTUKAN
MASYARAKAT ISLAM PERTAMA
Proses terbentuknya masyarakat Islam di zaman Rasulullah
menunjukkan beliau memang berjuang untuk membentuk masyarakat Islam. Beliau
peduli bukan hanya pada pembentukan pribadi yang shalih melainkan juga siap
bekerja sama, berinteraksi, dan bahu membahu dengan anggota masyarakat lain.
Hampir semua ahli tarikh sepakat bahwa tonggak
sejarah terbentuknya masyarakat Islam adalah saat Rasulullah saw hijrah dengan
para sahabatnya ke Yatsrib. Kota itu lalu disebut Madinatur-Rasul (kota Rasul) yang
kemudian populer dengan Al-Madinah Al-Munawwarah.
Akan tetapi hijrahnya Rasulullah dan para
sahabatnya itu bukanlah awal perjuangan dalam pembentukan masyarakat Islam—dan
kelak pemerintahan Islam. Awal perjuangannya adalah saat Rasulullah mendapat
perintah untuk menyampaikan pesan Ilahi kepada manusia, “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.“ (QS
Al-Hijr [15]:94)
Sejak itulah Rasulullah bekerja, membina
(tarbiyah) untuk membentuk sosok-sosok yang akan mengisi pos-pos kehidupan
masyarakat dan menyiapkan manusia-manusia yang menjadi komponen masyarakat itu.
Rupanya orang-orang musyrik di Makkah mengerti
betul apa misi yang dibawa Rasulullah saw. Mereka tahu segala konsekuensi dari
ajaran “tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.
Karena itulah mereka berupaya menghambat dan menentang dakwah Rasulullah saw.
Ternyata dakwah Rasulullah saw dalam membentuk
masyarakat Islam tidak dapat dijegal oleh siapa pun. Allah swt menggambarkan, “Dan
ingatlah (hai para Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi
tertindas di muka bumi (Makkah), kamu takut orang-orang (Makkah) akan menculik
kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu
kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar
kamu bersyukur.” (QS Al-Anfal [8]:26)
Dari Makkah, Rasulullah pun mengembangkan
dakwahnya ke Yatsrib. Diutuslah Mush’ab bin Umair ke kota itu—namanya tercatat
sebagai duta Islam pertama yang diutus Rasulullah saw. Dalam waktu dua tahun,
sebanyak 82 orang di kota itu masuk Islam. Itu semua merupakan bagian dari
perjuangan Rasulullah menegakkan masyarakat Islam.
Maka, dapat kita pahami ketika Muhajirin tiba
di Madinah, mereka disambut sukacita oleh orang-orang Islam—Anshar, para
pembela. Bahkan kaum Anshar memperlakukan saudara-saudaranya kaum Muhajirin
melebihi perlakuan pada diri mereka sendiri. Itulah yang disebut itsar,
mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Kejadian ini direkam dalam QS
Al-Hasyr [59]: 9.
Masa makkiyah adalah 13 tahun. Sementara sejak
hijrah ke Madinah hingga Rasulullah wafat hanya kurang lebih 10 tahun. Jadi
bisa dikatakan, masa Rasulullah mempersiapkan dan membangun masyarakat Islam
lebih lama dari masa beliau memimpinnya. Ini mengisyaratkan bahwa manakala agen
perubahan bercita-cita membentuk masyarakat Islam, cita-cita itu harus diikuti
kerja keras, keseriusan sekaligus kesabaran.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sebagai umat Islam kita diwajibkan untuk
menuntut ilmu, yang mana ilmu yang didapatkan akan bermanfaat bagi diri kita
dan bagi orang lain. Salah satu manfaat bagi diri kita yaitu kita dapat
beribadah kepada Allah SWT dengan menjadikan kita melakukan peribadahan dengan
sempurna dan mudah, maka tentunya harus dengan belajar.
Keberadaan demokrasi dalam pendidikan Islam,
tentu saja tidak dapat dilepaskan dari sejarah atau demokrasi dalam ajaran
islam dan demokrasi secara umum. Demokrasi dalam ajaran Islam secara prinsip
telah diterapkan oleh Nabi Muhammad Saw, yang dikenal dengan ”musyawarah”. Kata
demokrasi memang tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits, karena kata
demokrasi berasal dari barat atau Eropa yang masuk ke peradaban Islam.
Maka dengan demikian perkembangan seseorang
tidak dapat di lepaskan dari “fitrah”nya sebagai manusia. Sebagaimana yang
disebutkan di Al -Quran yaitu pada Q.S. Al-Rum (30):30
Pendidikan dan ilmu merupakan kewajiban bagi
Muslim pria maupun Muslim wanita. Kewajiban menuntut ilmu bagi wanita adalah
sama dengan lelaki, tetapi cara dan sistemnya jelas berbeda.
B.
Saran
Diharapkan kepada pembaca agar sekiranya tidak hanya terpaku kepada
makalah ini saja dan sekiranya dapat membaca sumber-sumber yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Haekal, Muhammad
Husain. 2003. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta : Lentera Antar Nusa.Cet.
Ke-2.
Mubarak, Jaih. 2008.
Sejarah Peradaban Islam. Bandung : Pustaka Islamika.
Terjemahan Sahih Bukhari, Pembebasan Budak, Volume 3, Kitab 46,
Cyber Dakwah
Team , Demokrasi dalam pendidikan islam, dalam http://cyberdakwah.com/2013/08/demokrasi-dalam-pendidikan-islam/#, diakses pada 5 Desember 2013
Hamisuto, Pendidikan kewajiban dalam islam, dalam http://hamisuto.blogspot.com/2010/07/pendidikan-kewajiban-dalam-islam.html diakses pada tanggal 5 Desember
[1]Hamisuto,
Pendidikan kewajiban dalam islam, dalam http://hamisuto.blogspot.com/2010/07/pendidikan-kewajiban-dalam-islam.html
diakses pada tanggal 5 Desember
[2]Cyber Dakwah Team ,
Demokrasi dalam pendidikan islam, dalam http://cyberdakwah.com/2013/08/demokrasi-dalam-pendidikan-islam/#,
diakses pada 5 Desember 2013
[3] Terjemahan
Sahih Bukhari, Pembebasan Budak, Volume 3, Kitab 46, Nomor 723
[4] Sunan
Abu Dawud, Kitab Al-Ilm, Buku 25, nomor3634
[5] Al-Baqarah:
282
Tidak ada komentar:
Posting Komentar